Mafia Tanah Tak Kunjung Padam, Akibat Hukum Tumpul Kebawah
PELITASATUCOM, Kota Tangerang – Orang lemah tertindas pas disematkan kepada Kurniawaty Jusuf (55) wanita paruh baya yang tinggal di Tegal Alur Kalideres, Jakarta ini.
Betapa tidak. Tanahnya yang terletak di Kampung Sukamanah, Desa Tanjung Pasir, Teluk Naga, Tangerang seluas 12.000 M². Dikuasai oleh sekelompok orang.
Tidak hanya tanahnya yang dikuasai oleh orang lain, bahkan ia dilaporkan ke Polres Metro Kota Tangerang, dan sekarang statusnya sudah jadi tersangka.
Pada 03 Agustus 2021 lalu Kurniawaty Jusuf telah ditetapkan status Tersangka oleh pihak Penyidik Polres Metro Kota Tangerang.
Kurniawaty sipemilik tanah disangka melakukan tindak pidana pengrusakan, pengancaman dan atau turut serta sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 167, 170, 406, dan 336 KUHP serta Pasal 55 KUHP.
Kurniawaty didampingi kuasa hukumnya, I. Enny Sri Handayani, Christin Susanti, N. Sri Nurhayati dan Sugeng dalam Konferensi pers di Fortune Law Office, Kamis (02/12/21).
Mengemukakan, bahwa hak kepemilikannya terhadap tanah dimaksud adalah sah berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 222 tahun 2005 dan SHM No. 221 tahun 2010 serta Akta Jual Beli (AJB) No.401 yang diterbitkan Notaris Martianis.
“Di balik semua ini, di duga ada orang kuat yang membekingi permainan kotor ini,” ujar I. Enny Sri Handajani, kuasa hukum Kurniawaty menduga tanpa menyebut nama oknum yang menurutnya berpengaruh di Republik tercinta ini, tegas Sri.
Masa’ iya, tambah Christine Susanti, selaku ketua tim Kuasa Hukum Kurniawaty sembari memperlihatkan surat surat hak kepemilikan kliennya.
Sertifikat Kurniawaty terbit pada tahun 2005 dan 2010, sedangkan hak kepemilikan pelapor sebagaimana pada papan nama yang terpasang di lokasi, tercantum berdasarkan AJB No. 862 terbit pada 2013.
Sejak pemeriksaan awal, tampaknya ada keberpihakan aparat penegak hukum terhadap pelapor dalam penanganan kasus ini, yang tentu sangat merugikan bagi klien kami, tutur Sri Nurhayaty merasakan adanya kejanggalan.
Seperti turunan berkas Berita Acara Pemeriksaan (BAP) misalnya, ucap Sugeng menyambung penuturan rekannya, hingga saat ini, pihak Penyidik Kepolisian tidak mau memberikan.
Perlakuan kejanggalan lainnya yakni, tentang tenggat waktu Surat Panggilan pemeriksaan. ‘Hari ini dipanggil, besok diperiksa.’
Tidak hanya di kepolisian, di Kejari pun keberpihakan itu dirasakan nyata dan ada, terkait klarifikasi kasus, Kajari maupun Kasipidum sangat sulit untuk ditemui, tandas Sugeng prihatin.
“Saya keberatan disebut sulit ditemui, setiap saat Kejari Kota Tangerang terbuka untuk umum menyangkut klarifikasi dan pembahasan perkara.
Tentang kasus ini, kami belum menerima berkas, yang ada kami baru menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Pemeriksaan (SPDP) dari penyidik Polres Metro Kota Tangerang,” tegas Made, Kajari Kota Tangerang kepada wartawan menepis tudingan Pengacara.
Padahal awalnya lanjut Christine, bahwa antara Kurniawaty dengan Arun, Kepala Desa setempat telah sepakat untuk menjadikan lahan tersebut sebagai ‘Pasar Desa.’
Tetapi rencana itu tiba tiba gagal. Karena Arun sebagai kepala desa sekaligus sebagai pemrakarsa membangun pasar, dipengaruhi oleh orang yang mengaku sebagai pemilik lahan, agar tak melanjutkan pengurugan.
Hebatnya lagi. Pihak pelapor mau berdamai dan mencabut pelaporan pengaduan. Dengan syarat, Kurniawaty dan saudara saudaranya pemilik lahan di area tanah pelapor, mau menjual tanahnya dengan harga murah. (jes/nan).